BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bioteknologi
adalah suatu cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup
baik itu bakteri, fungi, virus, dan
lain-lain maupun produk dari makhluk hidup enzim, alkohol dalam proses produksi untuk menghasilkan barang
dan jasa. Pada zaman sekarang ini perkembangan Bioteknologi tidak hanya semata
– mata pada bidang ilmu biologi saja melainkan juga perkembangan pada bidang –
bidang ilmu murni dan terapan lain seperti biokimia, computer, genetika,
biologi molekuler, maupun mikrobiologi. Penerapan bioteknologi dalam kehidupan
sudah banyak dilakukan oleh para ahli. Beberapa penerapan dalam bidang
teknologi yang sudah banyak dilakukan misalnya bidang teknologi pangan adalah pembuatan bir, roti,
maupun keju, pemuliaan tanaman untuk menghasilkan varietas-varietas baru di bidang pertanian, serta pemuliaan dan reproduksi hewan. Di bidang medis, penerapan
bioteknologi pada masa lalu dibuktikan antara lain dengan penemuan vaksin, antibiotik, dan insulin.
Pada zaman
sekarang, di Negara – Negara maju dan berkembang bioteknologi berkembang dengan
sangat pesat. Kemajuan ini ditandai dengan ditemukannya berbagai macam
teknologi seperti rekayasa genetika, kultur jaringan, DNA rekombinan
pengembangbiakan sel induk, kloning, dan lain-lain. Teknologi ini memungkinkan
kita untuk memperoleh penyembuhan penyakit-penyakit genetik maupun kronis yang
belum dapat disembuhkan. Selain itu Hal – hal yang mendorong perkembangan
bioteknologi ini adalah untuk meningkatkan mutu baik itu dalam bidang pangan,
medis, maupun bidang kehidupan lainnya. Bioteknologi secara umum berarti
meningkatkan kualitas suatu organisme melalui aplikasi teknologi. Aplikasi
teknologi tersebut dapat memodifikasi fungsi biologis suatu organisme dengan
menambahkan gen dari organisme lain atau merekayasa gen pada organisme
tersebut. Salah satu penerapan bidang bioteknologi yang sering dibicarakan
orang yaitu Kloning. Dimana dengan dilakukannya kloning ini maka
akan bermanfaat bagi kehidupan manusia baik itu dalam bidang pengobatan maupun
yang lainnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas adapun rumusan masalah yang bisa penulis angkat yaitu:
1.
Bagaimana
sejarah dan definisi kloning?
2.
Apa saja
jenis – jenis kloning?
3.
Apa saja
manfaat dilakukannya kloning ?
4.
Bagaimana tinjauan
bioetika kloning ?
5.
Bagaimanakah
kloning bila ditinjau dari filsafat ?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun
tujuan pembuatan makalah ini yaitu agar kita semua dapat mengetahui, memahami,
dan mempelajari bagaimana kloning itu dalam pandangan filsafat dengan memperhatikan
pandangan sains dan etika kehidupan serta pada perspektif islam.
1.4 Batasan Masalah
Untuk
mengfokuskan kajian terhadap kloning dalam makalah ini perlu adanya pembatasan
masalah, sehingga diperoleh kerangka dan sintesis pemikiran yang ditelaah secara
kritis terhadap aspek filsafat, Batasan – batasan masalah adalah sebagai
berikut :
1.
Pengertian
Kloning
2.
Sejarah
Kloning
3.
Jenis –
jenis Kloning
4.
Prosedur
dan Mekanisme Kloning Manusia
5.
Keuntungan
dan Kerugian Kloning
6.
Tinjauan
Filsafat Terhadap Kloning Manusia
BAB II
METODOLOGI PENULISAN
2.1. Metode Penulisan
Dalam pengerjaan makalah ini, metode
yang digunakan adalah metode telaah pustaka yaitu dengan cara pengumpulan
informasi dari berbagai sumber seperti buku, jurnal, maupun artikel-artikel dari
internet yang terjaga validitasnya.
2.2. Jenis Data
Data yang digunakan dalam penulisan
makalah ini merupakan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari hasil
penelitian atau percobaan ataupun telaah yang telah dilakukan peneliti atau
penulis sebelumnya. Data yang diperoleh lalu dianalisis dan disarikan dalam
bentuk tulisan.
2.3. Sifat Tulisan
Tulisan dalam karya ilmiah ini
bersifat deskriftif yang artinya memaparkan berbagai informasi dan data yang
diperoleh sehingga menjadi kesatuan yang utuh sehingga dapat menjadi tambahan
informasi.
BAB III
PEMBAHASAN
Tijauan filsafat ilmu terhadap
kloning manusia dikaji dari 3 (tiga) aspek tinjauan yaitu ontologi,
epistemilogi dan aksiologi.
3.1 Tinjaun
Ontologi Terhadap Kloning Manusia
Istilah
ontologi berasal dari bahasa yunani yaitu ta onta dan logi. Ta onta berarti berada
dan logi berarti ilmu pengetahuan atau ajaran, sehingga ontologi dapat
diartikan sebagai ilmu yang mengkaji tentang keberadaan suatu obyek (Anonim,
2010a). Dalam tulisan ini kloning ditempatkan sebagai objek yang akan dikaji.
3.1.1
Definisi Kloning
Secara etimologis, kloning berasal dari
kata “clone” yang diturunkan dari bahasa Yunani “klon”, artinya potongan yang digunakan untuk
memperbanyak tanaman. Kata ini digunakan dalam dua pengertian, yaitu :
a. Klon sel yang artinya menduplikasi
sejumlah sel dari sebuah sel yang memiliki sifat-sifat genetiknya
identik. dan
b. Klon gen atau molekular, artinya
sekelompok salinan gen yang bersifat identik yang direplikasi dari satu gen
dimasukkan dalam sel inang.
Sedangkan
secara terminologis, kloning adalah proses pembuatan sejumlah besar sel atau
molekul yang seluruhnya identik dengan sel atau molekul asalnya[1].
Kloning dalam bidang genetika merupakan replikasi segmen DNA tanpa
melalui proses seksual. Itulah sebabnya kloning juga dikenal dengan istilah
rekombinasi DNA. Rekombinasi DNA membuka peluang baru dalam terobosan teknologi
untuk mengubah fungsi dan perilaku makhluk hidup sesuai dengan keinginan dan
kebutuhan manusia.
Metode kloning berbeda dengan pembuahan biasa, karena sel telur tidak
lagi memerlukan sel sperma untuk pembuahannya. Secara sederhana dapat
disebutkan bahwa bayi “klon” dibuat dengan mempersiapkan sel telur yang sudah
diambil intinya kemudian digabungkan dengan sel donor yang merupakan sel dewasa
dari suatu organ tubuh. Hasil gabungan tersebut kemudian ditanamkan ke dalam
rahim dan dibiarkan berkembang dalam rahim sampai lahir.
3.1.2
Sejarah Kloning
Kata
kloning, dari kata Inggris clone, pertama kali diusulkan oleh Herbert Webber
pada tahun 1903 untuk mengistilahkan sekelompok makhluk hidup yang dilahirkan
tanpa proses seksual dari satu induk. Secara alami kloning hanya terjadi pada
tanaman : menanam pohon dengan stek. Kloning pada tanaman dalam arti
melalui kultur sel mula-mula dilakukan pada tanaman wortel. Dalam hal ini sel
akar wortel dikultur, dan tiap selnya dapat tumbuh menjadi tanaman lengkap.
Teknik ini digunakan untuk membuat klon tanaman dalam perkebunan. Dari sebuah
sel yang mempunyai sifat unggul, kemudian dipacu untuk membelah dalam kultur,
sampai ribuan atau bahkan sampai jutaan sel. Tiap sel mempunyai susunan gen
yang sama, sehingga tiap sel merupakan klon dari tanaman tersebut.
Kloning pada
hewan dilakukan mula-mula pada amfibi (kodok), dengan mengadakan transplantasi
nukleus ke dalam telur kodok yang dienukleasi. Sebagai donor digunakan nukleus
sel somatik dari berbagai stadium perkembangan. Ternyata donor nukleus dari sel
somatik yang diambil dari sel epitel usus kecebong pun masih dapat membentuk
embrio normal. Keberhasilan ini tentu memicu penelitian
lebih lanjut tentang kemungkinan penerapan teknologi kloning ini pada hewan
lain dan manusia. Hingga akhirnya pada tanggal 13 Oktober 1993, dua peneliti
Amerika, Jerry L. Hall dan Robert J. Stillman dari Universitas George
Washington mengumumkan hasil kerjanya tentang kloning manusia dengan
menggunakan metode embryo splitting (pemisahan embrio ketika berada dalam tahap
totipotent) atas embrio yang dibuat secara in vitro fertilization (IVF). Dari
proses embryo splitting tersebut, Hall dan Stillman mendapatkan 48 embrio baru
yang secara genetis sama persis. 18 Penelitian terhadap kloning ini pun tetap
berlanjut. Sejarah tentang hewan kloning telah muncul sejak tahun 1900, tetapi
hewan kloning baru dapat dihasilkan lewat penelitian Dr. Ian Willmut seorang
ilmuwan skotlandia pada tahun 1997, dan untuk pertama kali membuktikan bahwa
kloning dapat dilakukan pada hewan mamalia dewasa. Metode kloning yang
digunakan untuk mengklon biri-biri tersebut adalah metode somatic cell nuclear transfer (SCNT). Hewan kloning tersebut
dihasilkan dari inti sel epitel ambing domba dewasa yang dikultur dalam suatu
medium, kemudian ditransfer ke dalam ovum domba yang kromosomnya telah
dikeluarkan, yang akhirnya menghasilkan anak domba kloning yang diberi nama
Dolly.
Kloning
domba Dolly merupakan peristiwa penting dalam sejarah kloning. Dolly
direproduksi tanpa bantuan domba jantan, melainkan diciptakan dari sebuah sel
kelenjar susu yang di ambil dari seekor domba betina. Dalam proses ini Dr. Ian
Willmut menggunkan sel kelenjar susu domba finndorset sebagai donor inti sel
dan sel telur domba blackface sebagi resepien. Sel telur domba blackface
dihilangkan intinya dengan cara mengisap nukleusnya keluar dari selnya
menggunakan pipet mikro. Kemudian, sel kelenjar susu domba finndorset
difusikan (digabungkan) dengan sel telur domba blackface yang tanpa nukleus.
Proses penggabungan ini dibantu oleh kejutan/sengatan listrik, sehingga
terbentuk fusi antara sel telur domba blackface tanpa nucleus dengan sel
kelenjar susu dompa finndorsat. Hasil fusi ini kemudian berkembang menjadi
embrio dalam tabung percobaan dan kemudian dipindahkan ke rahim domba
blackface. Kemudian embrio berkembang dan lahir dengan ciri-ciri sama dengan
domba finndorset.
Sejak
Wilmut et al. berhasil membuat klon anak domba yang donor
nukleusnya diambil dari sel kelenjar susu domba dewasa, maka terbukti bahwa
pada mammalia pun klon dapat dibuat. Atas dasar itu para ahli berpendapat bahwa
pada manusia pun secara teknis klon dapat dibuat.
1962 - John Gurdon
mengklaim telah mengkloning katak dari sel dewasa.
1963 - J.B.S. Koin Haldane 'clone' istilah
1966 - Pembentukan
kode genetik lengkap
1967 - Enzim DNA
ligase terisolasi
1969 - Shapiero dan
Beckwith mengisolasi gen pertama
1970 - enzim
restriksi Pertama terisolasi
1972 - Paul berg
menciptakan molekul DNA rekombinan pertama
1973 - Cohen dan Boyer menciptakan
organisme pertama DNA rekombinan
1977 - Karl Illmensee mengklaim
telah menciptakan tikus dengan hanya satu orangtua
1979 - Karl
Illmensee membuat klaim telah kloning threemice
1983 - Solter dan
McGrath sekering sel embrio tikus dengan telur tanpa inti, tetapi gagal untuk
mengkloning teknik mereka
1984 - Steen
Wiladsen klon domba dari sel embrio
1985 - Steen
Wiladsen klon domba dari sel embrio. Steen Wiladsen bergabung Genetika Grenad untuk
mengkloning sapi secara komersial
1986 - Steen
Wiladsen klon ternak dari sel dibedakan
1986 - Pertama, Prather, dan klon
Eyestone sapi dari sel embrio
1990 - Proyek Genom
Manusia dimulai
1996 - Dolly, hewan
pertama yang dikloning dari sel dewasa lahir
1997 - Presiden
Bill Clinton mengusulkan moratorium lima tahun pada kloning
1997 - Richard
Benih mengumumkan rencananya untuk mengkloning manusia
1997 - Wilmut dan
Campbell menciptakan Dolly, domba kloning dengan gen manusia dimasukkan
1998 - Teruhiko
Wakayama menciptakan tiga generasi tikus kloning genetik identik.
3.2 Tinjaun
Epistemologi Terhadap Kloning Manusia
Epistemologi
berasal dari kata episteme yang berarti “pengetahuan” dan logos yang berarti
“teori”. Jadi epistemologi dapat diartikan sebagai teori pengetahuan. Dalam
ilmu filsafat, epistemologi dikategorikan sebagai cabang ilmu yang mempelajari
asal mula pengetahuan, struktur, metode dan validitas pengetahuan (Keraf dan
Dua, 2001). Dalam tulisan ini dasar pengembangan teknologi kloning yang
merupakan metode utama untuk menghasilkan individu atau jaringan/ organ
tertentu sebagai tinjauan epistemologi.
3.2.1
Jenis dan Metode Kloning
Jika ditinjau dari cara kerja dan tujuan
pembuatannya, kloning dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu :
a. Kloning Embrional (Embryonal
Cloning)
Kloning embrional adalah teknik yang
dilakukan untuk memperoleh kembar identik, meniru apa yang terjadi secara
alamiah. Setelah pembuahan terjadi, beberapa buah sel dipisahkan dari embrio
hasil pembuahan. Setiap sel tersebut kemudian dirangsang dalam kondisi tertentu
untuk tumbuh dan berkembang menjadi embrio duplikat yang selanjutnya
diimplementasikan dalam uterus agar berkembang menjadi individu baru yang
memiliki komposisi materi genetik yang sama dengan klonnya.
b. Kloning DNA Dewasa (Adult DNA Cloning) atau
disebut juga kloning reproduktif (Reproductive Cloning)
Kloning DNA dewasa atau kloning
reproduktif adalah rekayasa genetis untuk memperoleh duplikat dari seorang
individu yang sudah dewasa. Dalam teknologi ini, inti sel berisi materi genetik
difusikan ke dalam sel telur. Hasil fusi dirangsang dengan kejutan listrik agar
membelah membentuk embrio yang kemudian diimplementasikan ke dalam uterus agar
berkembang menjadi janin[2](Wilmut, et.al. 1997)
Kloning
reproduktif pertama kali dilakukan oleh seorang Ilmuan Inggris, John Gurdon.
Beliau berhasil melakukan kloning pada katak. Kemudian para peneliti dengan
antusias melakukan percobaan lain pada mamalia. Sampai dengan tahun 1996
tepatnya 5 Juli, Ian Wilmut dan para peneliti yang lain dari Roslin Institute
di Edinburg (Skotlandia) berhasil menciptakan biri-biri yang diberi nama Dolly,
akan tetapi penelitian ini dikatakan belum berhasil karena Dolly yang
seharusnya dapat mencapai umur 11 tahun ternyata hanya dapat mencapai umur 6
tahun. Hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa Dolly mengalami penuaan dini,
menderita penyakit radang sendi, dan infeksi paru kronis.
Kloning
reproduktif mengandung arti suatu teknologi yang digunakan untuk menghasilkan
individu baru atau teknologi yang digunakan untuk menghasilkan hewan yang sama
dengan menggunakan teknik SCNT. Genetika individu klon tidak seluruhnya
memiliki kesamaan dengan sang induk, persamaan genetika individu klon dengan
induknya hanya terletak pada inti DNA donor yang berada di kromosom. Individu
klon juga memiliki material genetik lainnya yang berasal dari DNA mitokondria
di sitoplasma. Teknologi kloning reproduktif dapat digunakan untuk mencegah
terjadinya kepunahan hewan-hewan langka ataupun hewan-hewan sulit
dikembangbiakkan. Namun, laju keberhasilan teknologi ini sangatlah rendah
seperti pada contoh yaitu Domba Dolly merupakan contoh kloning reproduktif yang
satu-satunya klon yang berhasil lahir setelah dilakukan 276 kali percobaan.
Pada kloning
reproduktif ini sel donor yang berupa sel somatik (2n) diintroduksikan ke enucleated
oocyte. Keberhasilan proses aktivasi embrio konstruksi secara kimiawi atau
mekanik mengakibatkan terjadinya proses pembelahan sampai ke tahap blastosit.
Kemudian, embrio dimplantasikan ke dalam rahim untuk dilahirkan secara normal.
Berbeda pada kloning kesehatan yang setelah embrio mencapai tahapan blastosit,
embrio dikultur secara in vitro untuk didiferensiasikan menjadi berbagai jenis
sel untuk kegunaan terapeutik atau kesehatan.
Sampai saat
ini, hewan klon yang berhasil diproduksi jumlahnya cukup banyak, di antaranya
adalah domba, sapi, kambing, kelinci, kucing, dan mencit. Sementara itu,
tingkat keberhasilan kloning masih rendah pada hewan anjing, ayam, kuda, dan
primata. Masalah yang kerap kali timbul dalam kloning reproduktif adalah biaya
dan efisiensinya. Penelitian dalam kloning reproduktif membutuhkan biaya yang
sangat tinggi dan tingkat kegagalannya tinggi. Di samping tingkat keberhasilan
yang rendah, hewan klon cenderung mengalami masalah defisiensi sistem imun
serta sangat rentan terhadap infeksi, pertumbuhan tumor, dan kelainan-kelainan
lainnya.
Penyebab
timbulnya berbagai masalah di atas adalah adanya kesalahan saat pemrograman
material genetik(reprogramming) dari sel donor. Kesalahan
pengkopian DNA dari sel donor atau yang lebih dikenal dengan sebutan genomic
imprinting akan mengakibatkan terjadinya perkembangan embrio yang
abnormal. Berbagai contoh abnormalitas yang terjadi pada klon mencit adalah
obesitas, pembesaran plasenta (placentomegally), kematian pada
usia dini. Parameter yang dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan dalam SCNT
adalah kemampuan sitoplasma pada sel telur untuk mereprogram inti dari sel
donor dan juga kemampuan sitoplasma untuk mencegah terjadinya
perubahan-perubahan secara epigenetik selama dalam perkembangannya. Dari semua
penelitian yang telah dipublikasikan, tercatat hanya sebagian kecil saja dari
embrio hasil rekonstruksi (menggunakan sel somatik dewasa atau fetal) yang
berkembang menjadi individu muda yang sehat.
Secara
ringkas proses ini dapat divisualisaikan sebagai berikut :
Gambar 01. Mekanisme Kloning Dolly
c. Kloning Terapeutik (Therapeutic
Cloning).
Kloning terapeutik adalah rekayasa genetis
untuk memperoleh sel, jaringan atau organ dari satu individu tertentu untuk
tujuan pengobatan atau perbaikan kesehatan. Dari embrio hasil rekonstruksi
‘DNA-sel telur”, diambil sel-sel bakalnya yang disebut dengan istilah stem
cell. Stem cell adalah sel bakal yang dapat berkembang
menjadi berbagai macam jaringan atau organ sesuai dengan induktor atau
rangsangan. Melalui kloning terapeutik ini dapat dikatakan suplai jaringan dan
organ menjadi tidak terbatas, sehingga seseorang yang memerlukan cangkokan
jaringan atau organ tidak perlu menunggu lama tanpa kepastian.
|
||||
|
Gambar 02. Perkembangan Sel Stem
3.2.2
Prosedur dan Mekanisme Kloning Pada Manusia
Secara teoretis, prosedur dan mekanisme
kloning terhadap makhluk hidup sedikitnya harus melalui empat tahap yang
diurutkan secara sistematis. Keempat tahap itu adaah isolasi fragmen DNA, penyisipan fragmen
DNA ke dalam vektor, transformasi, dan seleksi hasil kloning[3].
Dalam tataran aplikasi, rentetan proses
kloning dapat dilakukan dengan mengikuti beberapa langkah konkrit berikut[4], yaitu:
1.
Mempersiapkan
sel stem, yaitu suatu sel awal yang akan tumbuh menjadi berbagai sel tubuh. Sel
ini diambil dari makhluk hidup yang hendak dikloning.
2.
Sel
stem diambil inti selnya yang mengandung informasi genetik kemudian dipisahkan
dari sel.
3.
Mempersiapkan
sel telur, yaitu sebuah sel yang diambil dari makhluk hidup dewasa kemudian
intinya dipisahkan.
4.
Inti
sel dari stem diimplementasikan ke sel telur.
5.
Sel
telur dipicu supaya terjadi pembelahan dan pertumbuhan. Setelah membelah
menjadi embrio.
6.
Sel
embrio yang terus membelah (disebut blastosis) mulai memisahkan diri dan siap
diimplementasikan ke dalam rahim.
7.
Embrio tumbuh dalam rahim menjadi janin
dengan kode genetik persis sama dengan sel stem donor.
Proses
tersebut sama dengan yang diterapkan pada kloning domba Dolly. Berikut proses
kloning bila dilakukan pada manusia :
Gambar 03. Proses Kloning
pada Manusia
3.3 Tinjaun
Aksiologi Terhadap Kloning Pada Manusia
Aksiologi
adalah ilmu yang mempertanyakan nilai suatu obyek yang akan dikaji. Karena itu
dalam tulisan ini diuraikan tentang manfaat dan kerugian yang ditimbulkan oleh
penerapan teknologi reproduksi pada manusia (Anonim, 2010a).
3.3.1
Manfaat Kloning
Secara garis besar kloning bermanfaat:
a.
Untuk pengembangan ilmu pengetahuan
Manfaat
kloning terutama dalam rangka pengembangan biologi, khususnya
reproduksi-embriologi dan diferensiasi. Dengan pengembangan ilu pengetahuan
baru di bidang bioteknologi akan membuka peluang lebar bagi peneliti untuk
menemukan cara baru lagi untuk memecahkan masalah-masalah yang berujung pada
peningkatan kesejahteraan masyarakat.
b.
Untuk mengembangkan dan memperbanyak
bibit unggul
Seperti
telah kita ketahui, pada sapi telah dilakukan embrio transfer. Hal yang serupa
tentu saja dapat juga dilakukan pada hewan ternak lain, seperti pada domba, kambing
dan lain-lain. Dalam hal ini jika nukleus sel donornya diambil dari bibit
unggul, maka anggota klonnya pun akan mempunyai sifat-sifat unggul tersebut.
Sifat unggul tersebut dapat lebih meningkat lagi, jika dikombinasikan dengan
teknik transgenik. Dalam hal ini ke dalam nukleus zigot dimasukkan gen yang
dikehendaki, sehingga anggota klonnya akan mempunyai gen tambahan yang lebih
unggul.
c.
Untuk tujuan diagnostik dan terapi
Sebagai
contoh jika sepasang suami isteri diduga akan menurunkan penyakit genetika
thalasemia mayor. Dahulu pasangan tersebut dianjurkan untuk tidak mempunyai
anak. Sekarang mereka dapat dianjurkan menjalani terapi gen dengan
terlebih dahulu dibuat klon pada tingkat blastomer. Jika ternyata salah satu
klon blastomer tersebut mengandung kelainan gen yang menjurus ke thalasemia
mayor, maka dianjurkan untuk melakukan terapi gen pada blastomer yang lain,
sebelum dikembangkan menjadi blastosit.
Contoh lain
adalah mengkultur sel pokok (stem
cells) in vitro, membentuk organ atau jaringan untuk menggantikan
organ atau jaringan yang rusak. Mengingat fakta bahwa seldapat
dimanipulasi untuk meniru jenis sel lain, ini dapat
memberikan cara baru untuk mengobati penyakit seperti kanker dan
Alzheimer. Kloning juga menawarkan harapan kepada orang yang
membutuhkan transplantasi organ. Orang – orang yang membutuhkan transplantasi
organ untuk bertahan hidup akibat suatu penyakit sering menunggu
bertahun-tahun untuk donor mendapatkan donor yang cocok.
Dengan teknologi
kloning maka pasien tidak perlu menunggu lama untuk donor transplantasi organ
tersebut.
d.
Menolong atau menyembuhkan pasangan
infertil mempunyai turunan
Manfaat yang
tidak kalah penting adalah bahwa kloning manusia dapat membantu/menyembuhkan
pasangan infertil mempunyai turunan. Secara medis infertilitas dapat
digolongkan sebagai penyakit, sedangkan secara psikologis ia merupakan kondisis
yang menghancurkan, atau membuat frustasi. Salah satu bantuan ialah menggunakan
teknik fertilisasi in vitro. (in vitro fertilization =
IVF). Namun IVF tidak dapat menolong semua pasangan infertil. Misalnya bagi
seorang ibu yang tidak dapat memproduksi sel telur atau seorang pria yang tidak
dapat menghasilkan sperma, IVF tidak akan membantu.
Dalam
hubungan ini, maka teknik kloning merupakan hal yang revolusioner sebagai
pengobatan infertilitas, karena penderita tidak perlu menghasilkan sperma atau
telur. Mereka hanya memerlukan sejumlah sel somatik dari manapun diambil, sudah
memungkinkan mereka punya turunan yang mengandung gen dari suami atau istrinya.
e.
Melestarikan Spesies Langka
Meskipun
upaya terbaik dari konservasionis di seluruh dunia, beberapa spesies yang
hampir punah. Kloning Dolly sukses merupakan langkah pertama dalam
melindungi satwa langka. Contoh lainnya adalah hasil cloning yang
melahirkan Noah, hewan gaur (spesies dari Asia Tenggara yang mirip bison), yang
merepresentasikan percobaan pertama yang dilakukan oleh para ilmuwan untuk
mengkloning hewan yang terancam punah. Para ilmuwan di Amerika berharap bisa
mengambil langkah besar dalam upaya melindungi spesies yang terancam punah
dengan melahirkan kloningan gaur di sebuah peternakan di Iowa.
f.
Meningkatkan pasokan makanan
Kloning
dapat menyediakan sarana budidaya tanaman yang lebih kuat dan lebih tahan
terhadap penyakit, sambil menghasilkan produk lebih. Hal yang sama
bisa terjadi pada ternak serta di mana penyakit seperti penyakit kaki dan ulut
bisa menjadi eradicated.Kloning karena itu bisa secara efektif memecahkan
masalah pangan dunia dan meminimalkan atau mungkin kelaparan.
3.3.2
Efek Negatif Kloning
a) Kloning
membatasi variasi genetik, keragaman populasi akan hilang, akibatnya setiap
orang memiliki respon yang sama
Jika kloning pada tanaman bertujuan
menghasilkan tanaman baru yang memiliki sifat-sifat identik dengan induknya
maka kloning pada tanaman akan menghasilkan individu baru yang sama dengan
sifat induknya. Hal ini hal ini akan menurunkan keanekaragaman tanaman baru
yang dihasilkan. Tentu hal ini akan menurunkan keanekaragaman tanaman baru yang
dihasilkan. Akibatnya, keanekaragaman tumbuhan yang merupakan sumber daya alam
hayati pun akan semakin menurun (Kusmaryanto,
2001).
Demikian juga kloning pada hewan,
akan menurunkan keanekaragaman hewan. Keanekaragaman genetik memainkan peran yang
sangat penting dalam sintasan dan adaptabilitas suatu spesies, karena ketika
lingkungan suatu spesies berubah, variasi gen yang kecil diperlukan agar
spesies dapat bertahan hidup dan beradaptasi. Spesies yang memiliki derajat
keanekaragaman genetik yang tinggi pada populasinya akan memiliki lebih banyak
variasi alel yang dapat diseleksi. Seleksi yang memiliki sangat sedikit variasi
cenderung memiliki risiko lebih besar. Dengan sedikitnya variasi gen dalam
spesies, reproduksi yang sehat akan semakin sulit, dan keturunannya akan
menghadapi permasalahan yang ditemui.
b) Kloning pada hewan dan manusia masih
dipertentangkan karena akibat yang ditimbulkan seperti contohnya: resiko
kesehatan terhadap individu hasil kloning. Beberapa kalangan berpendapat bahwa
kloning manusia dapat disalahgunakan untuk menciptakan spesies atau ras baru
dengahn tujuan yang bertentangan dengan nilai kemanusiaan. Lagipula, kloning
pada mamalia belum sepenuhnya sempurna.
Dapat dilihat dari domba Dolly yang
menderita berbagai penyakit dan berumur pendek.. Setelah hidup hanya 6 tahun
(umur domba biasanya mencapai 11-12 tahun), Dolly mati muda disebabkan penyakit
paru-paru yang biasanya menyerang domba-domba yang lanjut usia. Dolly juga
mengidap penyakit arthritis, mengerasnya sendi-sendi dan engsel tulang,
lagi-lagi penyakit yang biasa ditemukan pada domba yang sudah mulai uzur.
Penelitian sesudah kematiannya, menunjukkan bahwa Dolly memiliki telomer yang
lebih pendek daripada domba normal seusianya. Telomer adalah bagian yang
melindungi ujung-ujung kromosom (bundelan rantai DNA) yang memendek setiap kali
sebuah sel membelah, atau boleh dikatakan setiap saat individu itu bertumbuh.
Individu hasil kloning sel-selnya diperoleh dari induknya. Ini berarti umur
sel-sel hasil kloning pun sama dengan umur sel-sel induknya. Oleh karena itu,
individu hasil kloning pun akan memiliki umur sama dengan induknya. Dolly
dikloning dari domba yang berusia 6 tahun dan hasil penelitian ini seolah-olah
menunjukkan bahwa tubuh Dolly sudah berumur 6 tahun pada saat dilahirkan.
c) Terjadi kekecauan kekerabatan dan
identitas diri dari klon maupun induknya.
Klon atau individu hasil cloning
akan diangggap sebagai kopian dari individu lain yang dianggap sebagai induknya
karena memiliki sifat yang sama dengan induknya. Sehinggga terjadi kekacauan
apakah status klon tersebut adalah anak atau merupakan kembaran dari individu
aslinya (Kusmaryanto, 2001).
d) Teknik yang dipakai dalam kloning
manusia dianggap tidak aman dan efektif. Hal ini justru dapat merendahkan
martabat manusia karena resiko kerusakan masih sangat tinggi. Hal ini tidak
etis karena hasil yang akan dicapai dengan program itu masih jauh lebih sedikit
dibandingkan dengan resiko kerusakan yang dihasilkan oleh teknik kloning
tersebut.
e) Ketidakadilan Sosial. Biaya yang
dibutuhkan dalam kloning tentu akan sangat besar, dan hanya orang-orang kayalah
yang mampu membuat kloning. Hal ini tentu akan semakin memperlebar jurang
antara orang kaya dan orang miskin
f) Melanggar hak untuk dikandung secara
natural. Setiap individu memiliki hak untuk dikandung secara natural oleh
ibunya. Dalam kloning, terbentuknya embrio terjadi dibawah rekayasa manusia
(tidak secara natural), dan terjadi tidak di dalam rahim seorang perempuan
g)
Pelanggaran
terhadap martabat prokreasi. Prokreasi terjadi dengan adanya persatuan
seksualitas manusia antara laki-laki perempuan secara natural (ada hubungan
seksual).
h) Pada Kloning terapeutik. Jumlahnya
sel somatik sedikit, sangat jarang ditemukan pada jaringan matur sehingga sulit
mendapatkan sel somatik dalam jumlah banyak.
i)
Penggunaan
SCNT dalam kloning terapeutik demi memperoleh embryonic stem cell yang juga
merusak embrio hasil SCNT tidak dapat dibenarkan secara
moral (Saputra, 2006),
3.4 Pandangan Islam Terhadap Kloning Manusia
Untuk menetapkan hukum Kloning, para ulama
kentemporer menggunakan ijtihad insya’I karena persoalan tersebut belum dibahas
dalam kitab-kitab fiqh klasik.
1. Ditinjau dari sisi hifzh al-din (memelihara
agama), kloning manusia tidak membawa dampak negative terhadap keberadaan
agama.
2. Ditinjau dari sisi hifzh al-nafs (memelihara
jiwa), kloning tidak menghilangkan jiwa bahkan justru melahirkan jiwa yang
baru.
3. Dilihat dari sisi hifzh al-‘aql (memelihara
akal), memelihara manusia kloning juga tidak mengancam eksistensi akal, bahkan
keberhasilan Kloning yang sempurna dapat membuat manusia mempunyai akal cerdas.
4. Namun jika dilihat dari sisi hifzh
al-nasl (memelihara keturunan), kloning manusia dipertanyakan. Dalam
pandangan islam, masalah keturunan merupakan sesuatu yang sangat essensial,
karena keturunan mempunyai hubungan erat dengan hukum yang lain seperti
pernikahan, warisan, muhrim, dan sebagainya. Dan apabila ditinjau dari sisi
hifzh al-mal (memelihara harta), akan terkait dengan mashlahat dan mafsadat yang
diperoleh dai usaha pengkloningan. Andaikata Kloning terhadap manusia hanya kan
menghambur-hamburkan harta, tanpa adanya keseimbangan dengan manfaat yang
diperoleh, maka Kloning menjadi terlarang.
Berkaitan dengan penciptaan manusia, Al-Qur’an menyatakan bahwa manusia
diciptakan sebagai makhluk paling sempurna di antara seluruh makhluk yang ada
di alam semesta. Hal itu secara tegas dinyatakan Allah dalam surat At-Tin ayat
: 4 yaitu :
“Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia
dalam bentuk yang sebaik-baiknya” (Q.S
At-Tin ayat : 4)
Penjelasan Allah dalam A-Qur’an tentang kesempurnaan penciptaan manusia di
antara segala makhluk ciptaan-Nya yang lain, tentu tidak dapat dibantah oleh
orang-orang beriman. Dengan menggunakan logika sederhana dapat digeneralisasi
bahwa sesuatu yang sudah sempurna, kemudian disempuranakan lagi, tentu saja
dapat menghilangkan sifat kesempurnaannya, bahkan bisa berakibat rusak sama
sekali.
Majma’ Buhuts Islamiyyah Al-Azhar di kairo
mengeluarkan fatwa yang menyatakan bahwa Kloning manusia itu haram dan harus di
perangi serta di halang-halangi dengan berbagai cara. Naskah fatwa itu juga
menguatkan bahwa Kloning manusia telah menjadikan manusia yang di muliakan
Allah SWT menjadi objek penelitian dalam percobaan, serta melahirkan berbagai
masalah pelik lainnya. Fatwa tersebut juga mensinyalir bahwa Islam tidak
menentang ilmu pengetahuan yang bermanfaat, bahkan sebaliknya, Islam justru
mendukung bahkan memuliakan para ilmuwan. Namun, bila ilmu pengetahuan itu
membahayakan serta tidak mengandung manfaat, maka Islam mengharamkan dengan
melindungi dari bahaya tersebut.
“Dan Sesungguhnya Telah kami muliakan
anak-anak Adam, kami angkut mereka di daratan dan di lautan, kami beri mereka
rezki dari yang baik-baik dan kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang
Sempurna atas kebanyakan makhluk yang Telah kami ciptakan”. (QS. Al-Isra : 70).
Praktik Kloning manusia berimplikasi
negatif secara langsung pada hukum-hukum yang ditetapkan Al-Qur’an dan hadist,
yaitu :
a. Hubungan perkawinan. Kloning mampu
memproduksi manusia tanpa melalui hubungan seksual. Dan proses tersebut
bertentangan dengan Al-Qur’an dan Hadist yang menetapkan bahwa untuk memperoleh
keturunan diharuskan melalui hubungan seksual yang di legislasi oleh sebuah
lembaga perkawinan yang sah.
b. Warisan dan garis keturunan. Kloning dapat
berakibat munculnya kesamaran dalam hal penentuan garis keturunan yang akan
mempengaruhi oleh hukum pembagian warisan.
c. Pemeliharaan anak. Kloning juga dapat
menimbulkan kesamaran dalam masalah kewajiban untuk memelihara dan mendidik
anak hasil produksi Kloning. Islam sangat memperhatikan hubungan psikologis
yang terjalin antara anak dan orang tua. Bila seorang anak lahir dari hasil
kloning, maka akan timbul kesulitan untuk memastikan siapakah sosok ayah atau
sosok ibu yang akan dijadikan tempat perlindungan psikologisnya.
3.5 Sintesis Pemikiran
Proses kloning pada manusia secara teori bisa dilakukan, namun
persoalannya adalah apakah teknologi sudah cukup matang untuk dilakukan ?. Bila
kita mencermati kegagalan yang dilakukan pada Dolly mencapai 277 kali maka hal
ini dimungkin dilakukan, di sisi lain juga hasil kloning Dolly memiliki banyak
kelemahan dari segi imunitas (kekebalan) dan umur yang pendek. Selain itu dari
aspek moral dan etika tidak dibenarkan menjadikan manusia sebagai subyek
percobaan, dan bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan.
Sehingga penerapan teknologi kloning pada manusia sebaiknya tidak perlu
dilakukan dilihat dari segi biaya proses kloning memerluka dana yang cukup
besar dan dari segi manfaat, kloning manusia tidak memiliki nilai manfaat
apa-apa, karena kloning itu sendiri hanya untuk menciptakan individu baru yang
sama persis dengan induknya, memperbanyak individu yang persis dengan
induknyapun memberikan resiko yang tinggi.
Dalam pandangan agama islam dari sisi hifzh al-nasl (memelihara
keturunan), kloning manusia dipertanyakan. Dalam pandangan islam, masalah
keturunan merupakan sesuatu yang sangat essensial, karena keturunan mempunyai
hubungan erat dengan hukum yang lain seperti pernikahan, warisan, muhrim, dan
sebagainya. Dan apabila ditinjau dari sisi hifzh al-mal (memelihara harta),
akan terkait dengan mashlahat dan mafsadat yang diperoleh dai usaha
pengkloningan. Andaikata Kloning terhadap manusia hanya kan
menghambur-hamburkan harta, tanpa adanya keseimbangan dengan manfaat yang
diperoleh, maka Kloning menjadi terlarang[5] .
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Berdasarkan
isi makalah, kami dapat menyimpulkan bahwa :
a) Kloning adalah salah satu metode rekayasa
genetika dengan cara mengambil materi genetik dari sel donor yang sifatnya
diinginkan dan mengkulturkannya di dalam sel telur untuk menghasilkan embrio
baru yang sifatnya sama dengan materi genetik sel donor.
b) Kloning secara garis besar dibagi menjadi
3 jenis, yaitu Kloning Embrional (Embryonal Cloning), Kloning
DNA Dewasa (Adult DNA Cloning), Kloning Terapeutik (Therapeutic
Cloning).
c) Secara teoritis kloning pada manusia bisa
dilakukan, namun kloning dalam persepsi masyarakat banyak terjadi reaksi
penolakan, hal ini dipandang dari segi moral dan etika serta menurut padangan
agama khususnya islam memberikan fatwa haram pada penerapan kloning pada
manusia.
d) Kloning ditinjau dari segi etika,
diperbolehkan selama kloning tersebut tidak menimbulkan kerugian yang lebih
banyak daripada kebaikannya bagi manusia.
4.2 Saran
Berdasarkan hasil pembahasan tersebut maka dapat disarankan agar masyarakat
bisa memahami keberadaan kloning dengan pemahaman menyangkut pendekatannya
melalui bidang biologis, etika moral, religius dan juga efeknya bagi hidup
masyarakat manusia pada umumnya.
Referensi
Bacaan
Andromeda.
2009.Kisah Sebuah Rakit Tua. Dewan Pengurus Daerah Pemuda Theravada Indonesia.
Sumatera Utara.
Anonim. 2001. Teknologi Reproduksi Melahirkan
Paradigma Baru Dalam Masyarakat. Available at : http://www. Teknologi
Reproduksi Melahirkan Paradigma Baru Dalam Masyarakat. Opened :02.12.2012
Herdiana, T.R. 2010. Kloning. Available at : http://anggiekanatsuki.blogspot.com/. Opened :02.12.2012
Hine, T.M. 2004. Kloning Untuk Menghasilkan Hewan
Dengan Genotip Yang Diinginkan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Keefer, C.L., R. Keyston, B. Bhatia, A. Lazaris, I.
Begin, N. Kafidi, A. Bilodeau, B. Wang, T.Tao, D. Laurin, F.J. Zhou, B.R.
Downey, H. Baldassarre, and C,N, Karatzas. 2000. Efficient production of viable
goat offspring following nuclear transfer using adult somatic cells. Biol.
Reprod Suppl. 1, 62 : 192.
Keraf, A.S. dan M.Dua. 2001. Ilmu Pengetahuan; Sebuah
Tinjauan Fisolofis. Penerbit Kanisius. p: 158.
Kusmaryanto, SCJ, Problem Etis Kloning Manusia,
Jakarta: Grasindo, 2001, hal.33-63.
Setiawan, Melina; Carolina, T. S; Ferry, S. 2008.
Menuju Kloning Terapeutik Dengan Teknik SCNT. cdk 161/vol.35 no.2 Mar-Apr 2008.
Wijaya, H. 2010. Therapeutic Cloning. Available at : http://www.forumsains.com/biologi/kloning/75/?wap2. Opened
:05.12.2012
Willadson, S.M. 1986. Transplantasi inti in sheep
embryos. Nature (London), 320 : 63-65.
Wilmut, I., A.E. Schnieke, J. McWhir, A. Kind, and K.
Campbell. 1997. Viable offspring derived from fetal and adult mammalian cells.
Nature, 385 : 810 – 813.
Virgi S. Dasar-dasar stem cell dan potensi aplikasinya
dalam ilmu kedokteran. Cermin Dunia Kedokt. 2006;153:21-25.
_________________________
[1] Saleh Partaonan Daulay dan Maratua
Siregar, Kloning Dalam Perspektif Islam, (Bandung: Teraju, 2005),
hal.41-42
[2]
Wilmut, I., A.E. Schnieke, J.
McWhir, A. Kind, and K. Campbell. 1997. Viable offspring derived from fetal and
adult mammalian cells. Nature, 385 : 810 – 813. Pdf. E-book.
[3] Saleh Partaonan Daulay dan Maratua
Siregar, Kloning Dalam Perspektif Islam, (Bandung: Teraju, 2005),
hal.52
[4] Saleh Partaonan Daulay dan Maratua
Siregar, Kloning Dalam Perspektif Islam, (Bandung: Teraju, 2005),
hal.55
[5] Saleh Partaonan Daulay dan Maratua
Siregar, Kloning Dalam Perspektif Islam, (Bandung: Teraju, 2005),
hal.90
Tidak ada komentar:
Posting Komentar